Kamis, 12 Januari 2012

Sistem Pemberian Pakan Kelinci

Kelinci memiliki kemampuan biologis yang tinggi, selang beranak pendek, mampu beranak
banyak, dapat hidup dan berkembang biak dari limbah pertanian dan hijauan (Templeton,
1968). Tersedianya hijauan berupa rumput, leguminosa, berbagai jenis herba, dan limbah
sayuran seperti daun wortel, kobis serta limbah pertanian seperti dedak, onggok, ampas tahu dan
lain-lain di daerah beriklim tropis seperti Indonesia, merupakan potensi yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pakan kelinci.

Talaksana pemberian pakan yang berorientasi pada kebutuhan kelinci dan ketersediaan bahan
pakan merupakan upaya yang tepat untuk meningkatkan produktivitas ternak kelinci.
Tatalaksana pemberian pakan meliputi pemilihan jenis bahan baku pakan, pemenuhan jumlah
kebutuhan dan pola pemberian pakan.

Kebutuhan protein pada kelinci berkisar antara 12 s/d 18%. Tertinggi pada fase menyusui (18%)
dan terendah pada dewasa (12 %). Kebutuhan bahan kering pakan berdasarkan periode
pemeliharaan berturut-turut muda bobot 1,8?3,2 kg (112?173 g/ekor/hari), dewasa bobot 2,3?6,8
kg (92?204 g/ekor/hari), induk bunting bobot 2,3?6,8 kg (115-251 g/ekor/hari) dan induk
menyusui dengan 7 anak bobot 4,5 kg (520 g/ekor/hari).

Jenis-jenis hijauan yang dapat diberikan sebagai pakan kelinci diantaranyarumput lapangan,
daun ubi jalar, daun singkong, daun wortel, daun kangkung, kobis, daun turi dan lamtoro,
dedak, bungkil kelapa, ampas tahu, ampas tapioka, ubi jalar, dan ubi kayu merupakan bahan
pakan produk pertanian yang dapat diberikan pada ternak kelinci. Diantara bahan pakan
inkonvensional, daun rami dengan tingkat pemberian sampai 30 % dan ampas teh dengan
tingkat pemberian 40%, dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan kelinci.
Pelayuan dan pencacahan pada hijauan merupakan perlakuan terbaik sebelum diberikan pada
ternak. Perebusan atau pencampuran dengan air panas pada konsentrat dapat meningkatkan
kualitas pakan dan mempercepat pertumbuhan kelinci. Waktu pemberian pakan yang paling baik
adalah pkl 18:00–06:00 WIB.

Pemberian air minum secara ad libitum (secara bebas dan terus menerus sampai kelinci itu
berhenti sendiri sesuai keinginan) dapat memperlancar proses pencernaan. Melalui penerapan
tatalaksana pemberian pakan secara keseluruhan yang meliputi pemilihan jenis bahan pakan,
pemenuhan jumlah kebutuhan dan penerapan pola pemberian pakan, produktivitas ternak kelinci
dapat ditingkatkan guna menunjang agribisnis ternak kelinci yang efisien dan menguntungkan.

Pakan merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap tinggi
rendahnya produktivitas ternak. Penerapan tatalaksana pemberian pakan, yang berorientasi
pada kebutuhan kelinci dan ketersediaan bahan pakan, merupakan upaya yang tepat untuk
meningkatkan produktivitas ternak kelinci secara efisien.

Hasil-hasil penelitian menunjukkan, melalui penerapan tatalaksana pemberian pakan
berdasarkan ketersediaan sumber bahan pakan yang meliputi pemilihan jenis bahan pakan,
pemenuhan jumlah kebutuhan, dan pengaturan pola pemberian pakan produktivitas ternak
kelinci dapat ditingkatkan (Sudaryanto, 1984; Sartika, 1988; Harsojo, 1988;
Rahardjo et al., 2004).

 Penulisan artikel ini bertujuan untuk menyebarluaskan informasi yang benar tentang
tatalaksana pemberian pakan pada ternak kelinci sehingga dapat dipakai sebagai acuan oleh
peternak dalam upaya meningkatkan produktivitas ternak kelinci guna menunjang agribisnis
ternak kelinci yang efisien dan menguntungkan.

KEBUTUHAN GIZI
Pemberian pakan harus mengacu kepada kebutuhan zat gizi yang diperlukan oleh kelinci.
Berdasarkan tiga sumber referensiv(Lebas, 1980 dalam Cheeke, 1987; ;
Ensminger, 1991) kebutuhan zat gizi pakan bervariasi. Menurut Cheeke (1987),
kebutuhan protein kelinci berkisar antara 12?18%, tertinggi pada fase menyusui (18%) dan
terendah pada dewasa (12%), kebutuhan serat kasar induk menyusui, bunting dan muda
(10?12%), kebutuhan serat kasar kelinci dewasa (14%) sedangkan kebutuhan lemak pada setiap
periode pemeliharaan tidak berbeda (2%).

KEBUTUHAN BAHAN KERING
Jumlah pakan yang diberikan harus memenuhi jumlah yang dibutuhkan oleh kelinci sesuai
dengan tingkat umur/bobot badan kelinci. Pemberian pakan ditentukan berdasarkan kebutuhan
bahan kering. Jumlah pemberian pakan bervariasi bergantung pada periode pemeliharaan dan
dan bobot badan kelinci (Tabel 2). Kebutuhan bahan kering pakan berdasarkan periode
pemeliharaan berturut-turut muda bobot badan 1,8?3,2 kg (112?173 g/ekor/hari), dewasa bobot
badan 2,3?6,8 kg (92?204 g/ekor/hari), induk bunting bobot badan 2,3?6,8 kg (115?251
g/ekor/hari) dan induk menyusui dengan 7 anak bobot badan 4,5 kg (520 g/ekor/hari). (NRC,
1977 dalam Ensminger, 1991).

PEMILIHAN JENIS BAHAN PAKAN
Sitorus (1982) melaporkan hijauan merupakan bahan pakan utama yang diberikan oleh
peternak kelinci di Jawa dengan jumlah pemberian mencapai 80–90% dari total ransum. Jenisjenis
hijauan yang dapat diberikan sabagai pakan kelinci diantaranya rumput lapangan, sintrong,
babadotan lalakina, jukut loseh, daun ubi jalar, daun pisang, daun singkong, daun wortel, daun
kangkung, kobis, daun turi dan lamtoro.
Hasil penelitian Sudaryanto (1984) terhadap beberapa hijauan yang diberikan pada kelinci,
melaporkan bahwa ketela rambat dan rumput lapangan merupakan hijauan yang paling baik
untuk diberikan pada kelinci. Dari hasil pengamatannya terdapat petunjuk untuk menggunakan
hijauan ketela rambat dalam bentuk kering, sehingga jumlah konsumsi bahan kering dapat
terjamin. Selanjutnya Sartika (1988) melaporkan daun wortel mempunyai potensi yang baik
untuk dimanfaatkan sebagai pakan kelinci di daerah padat penduduk (lahan sempit) seperti di
perkotaan.

Upaya lain yang dapat dilakukan adalah pemanfaatan bahan pakan berasal limbah pertanian
yang tersedia, murah dan memiliki potensi untuk dimanfaatkan oleh kelinci. Rahardjo et al.
(2004) melaporkan bahwa diantara bahan pakan inkonvensional yang tersedia daun rami
(Boehmeria nivea L Goud) yang memiliki kandungan protein cukup tinggi (18,97%) dan ampas
teh dengan kandungan protein 17,57% dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak kelinci.
Selanjutnya dikemukakan Rahardjo et al. (2004) bahwa daun rami dapat dimanfaatkan
sampai sekitar 30% dari total ransum, sehingga biaya pakan menjadi lebih rendah. Sementara
ampas teh dapat diberikan sampai 40% dari total ransum, namun kinerja tertinggi dicapai pada
tingkat pemberian 10%.

Konsentrat untuk bahan pakan kelinci dapat berupa pellet (pakan buatan pabrik), atau campuran
beberapa bahan pakan diantaranya dedak, bungkil kelapa, bungkil kacang tanah, ampas tahu,
ampas tapioka, bulgur, pakan starter ayam, ubi jalar dan ubi kayu. Pemilihan jenis bahan
konsentrat tergantung kepada tujuan, sistem pemeliharaan dan ketersediaan bahan pakan di
masing-masing daerah.

POLA PEMBERIAN PAKAN

Imbangan hijauan dan konsentrat
Untuk mendukung kecukupan gizi yang seimbang pemberian hijauan perlu diimbangi dengan
konsentrat. Pada peternakan kelinci intensif hijauan diberikan 60–80%, sisanya konsentrat. Ada
juga yang memberikan 60% kosentrat dan sisanya hijauan (Sarwono,2002). Pakan komersial
bentuk pellet yang merupakan campuran hijauan dan kosentrat pada peternakan intensif dibuat
dengan imbangan 50–60% hijauan, 50–40% konsentrat (Ensminger, 1991). Dalam kaitannya
dengan pemberian kosentrat, Rahardjo et al. (2004) melaporkan hasil penelitiannya pada
ternak kelinci Rex yang diberi rumput lapang ad libitum (100%) dan rumput lapang ad libitum
ditambah konsentrat, hasil penelitian menunjukkan bahwa performans produksi terbaik
ditunjukkan oleh pemberian rumput lapang ad libitum + 60 g kosentrat dengan pertambahan
bobot badan sebesar 1191 g/ekor, selama 12 minggu sedangkan pada ternak kelinci yang
diberikan rumput lapang ad libitum tanpa konsentrat, pertambahan bobot badannya hanya
sebesar 610 g/ekor dalam waktu yang sama.
Bentuk pakan yang diberikan pada kelinci bergantung pada tujuan dan sistem pemeliharaan.
Pada beberapa peternakan intensif memformulasikan hijauan dan konsentrat dalam bentuk
“pellet” sehingga komposisi bahan keringnya lebih akurat dan peternak tidak perlu lagi
memberikan hijuan dalam bentuk segar atau tambahan pakan lain.
Namun kendalanya bagi peternak kecil biaya proses pembuatan pellet ini cukup mahal. Untuk
kondisi peternak kecil di pedesaan pemberian pakan dengan mengutamakan pemberian beragam
jenis hijauan dan limbah sebagai tambahan seperti dedak, ampas tahu, onggok dan limbah
pertanian lainnya adalah alternatif yang paling memungkinkan dalam upaya meningkatkan
produktivitas ternak kelinci secara efisien.

Pemberian hijauan
Sebelum diberikan pada ternak hijauan sebaiknya dilayukan terlebih dahulu dengan cara
membiarkan/diangin-anginkan pada ruangan sekitar kandang. Zat toksik pada beberapa hijauan
seperti adanya HCN pada daun singkong dapat membahayakan kesehatan ternak. Melalui proses
pelayuan zat toksik yang terkandung pada hijauan dapat dikurangi. Selain itu pelayuan dapat
menurunkan kadar air hijauan yang sangat basah, dimana hijauan yang basah dapat
mengakibatkan kembung (bloat) dan mencret (enteritis) pada kelinci (Belanger, 1977).
Diantara jenis hijauan ada yang sangat bergetah bahkan ada struktur hijauan yang dapat
menyebabkan gatal-gatal dan merusak mulut kelinci (Sitorus et al., 1982). Untuk mengatasi
hal tersebut dapat dilakukan pencacahan. Pencacahan dilakukan dengan memotong-motong
hijauan sepanjang 2-3 cm dengan cara manual atau mekanis. Melalui proses pencacahan tekstur
hijauan yang kasar dan getah hijauan dapat dikurangi.

Pemberian konsentrat
Konsentrat yang akan diberikan dipilih dari bahan yang disukai, mudah didapat dan tersedia
secara kontinu. Konsentrat harus bersih, tidak rusak, tidak berjamur. Konsentrat diberikan pada
tempat pakan yang mudah dijangkau oleh kelinci. Tempat pakan harus selalu dijaga
kebersihannya, sisa pakan yang sudah berjamur segera dibuang.
Kecuali bentuk pellet atau crumble, konsentrat bentuk all mash (tepung) sebaiknya dicampur
dengan air panas atau diseduh kemudian dikepal-kepal, selain bermanfaat untuk membunuh
organisme penyebab penyakit yang mungkin ada, juga dapat mengaktifkan enzym inhibitor yang
dapat mengurangi kualitas dari konsentrat tersebut (Kratzer dan Payne, 1977 dalam
Sitorus et al., 1982). Sebaliknya pemberian konsentrat kering menyebabkan kelinci sering
berbangkis dan menyebabkan intake makanan rendah.
Kelinci yang mendapat pakan dari gandum yang telah dikukus menunjukkan pertumbuhan lebih
cepat (Lebas, 1976 dalam Lang, 1981).

Pemberian air minum
Air sangat diperlukan untuk melancarkan makanan dalam saluran pencernaan, terlebih lagi
terkait dengan produksi susu bagi induk yang sedang menyusui (Sanford, 1979). Air minum
diberikan secara adlibitum. Pemberian dapat dilakukan dengan menyediakan tempat minum
pada masing-masing kandang. Pada beberapa peternakan intesif air minum diberikan dengan
sistem nipple yang diinstalasikan pada masing-masing kandang.
Untuk kondisi pedesaan tempat minum dapat dibuat dari bahan yang murah dan mudah didapat
misalnya dari bahan plastik yang dilapisi semen sebagai pemberat agar tidak mudah tumpah.

Waktu pemberian pakan
Walaupun pakan kelinci diberikan secara tak terbatas (ad libitum), namun pemberian secara
berangsur angsur dengan pengaturan waktu yang tepat akan lebih mengefisienkan dan
mengefektifkan jumlah pakan yang diberikan. Pemberian pakan dilakukan 3 kali sehari.
Konsentrat diberikan pada pagi hari sekitar pkl 10:00 setelah pembersihan kandang dan 1/3
bagian hijauan diberikan pada siang hari sekitar pkl 13:00 dan 2/3 bagian hijauan diberikan pada
sore hari sekitar pkl 18:00.
Mengingat kelinci termasuk binatang malam (noctural), dimana aktivitasnya lebih banyak
dilakukan pada malam hari, maka pemberian volume pakan terbanyak pada sore hari sampai
malam hari. Harsojo (1988) melaporkan kelinci yang diberi pakan dari pkl 18:00–06:00
bobot badannya lebih tinggi dibanding kelinci yang diberi pakan dari pkl. 06:00–18:00.

KESIMPULAN
Penerapan tatalaksana pemberian pakan secara keseluruhan yang meliputi pemilihan jenis bahan
pakan, pemenuhan jumlah kebutuhan dan pengaturan pola pemberian pakan secara tepat sangat
menuntut kesungguhan peternak dalam melaksanakannya.
Bahan-baku pakan sebaiknya yang tersedia dan mudah diperoleh di daerah pemeliharaan dengan
harga murah. Produktivitas ternak kelinci dapat dioptimalkan guna menunjang pengembangan
agribisnis ternak kelinci yang efisien dan menguntungkan.





Sumber:
Lokakarya Nasional Potensi dan Peluang Pengembangan Usaha Kelinci
TATALAKSANA PEMBERIAN PAKAN UNTUK MENUNJANG AGRIBISNIS TERNAK KELINCI
DEDI MUSLIH, I WAYAN PASEK, ROSSUARTINI dan BRAM BRAHMANTIYO
Balai Penelitian Ternak, PO Box. 221, Bogor 16002

Senin, 09 Januari 2012

Aneka Ternak & Unggas l


ANGSA

Di Indonesia, angsa dipelihara dalam jumlah kecil di berbagai tempat.  Karena tidak ada statistik populasi yang tepat untuk Indonesia,  maka sulit menaksir persentase angsa terhadappopulasi unggas.  Hal tersebut berarti bahwa sejauh ini, upaya peningkatan galur angsa dalam hubungannya terhadap kemampuan genetik adalah sedikit sekali.
Angsa mempunyai pertumbuhan yang sangat cepat di antara semua unggas, dan yang paling efisien dalam konversi bahan makanan, teristimewa pada waktu umur 8-10 minggu pertama.  Angsa juga hampir bebas penyakit dan merupakan hewan pencari makanan ulung di kebun.  Meskipun demikian, angsa merupakan unggas penghasil daging yang tidak populer.   Kedudukan angsa yang masih sangat rendah dipandang dari sudut ekonomi, dipantulkan dalam masih sangat sedikitnya data penelitian terhadap kebutuhan makanan dan zat-zat nutrisi yang diperlukan.
Meskipun angsa tergolong hewan yang pertumbuhannya cepat dan paling efisien dalam konversi ransum, praktis bebas penyakit dan baik sekali sebagai unggas pemakan tumbuh-tumbuhan, akan tetapi perkembangbiakannya lambat.  Produksi telurnya relatif sedikit, yaitu 30 – 50 butir per tahun, tergantung dari jenisnya (Nowland, 1984).
Anak angsa tidak memerlukan ransum sampai umur 36-48 jam setelah menetas.  Hijauan rumput merupakan sebagian terbesar makanannya dan hanya sejumlah kecil butir-butiran diperlukan.  Air minum yang segar dan bersih perlu disediakan.  Pada umur dua atau tiga minggu, apabila anak bangsa memperoleh cukup rumput muda, umumnya tidak diperlukan lagi makanan lainnya.  Anak angsa dapat pula dipelihara dalam kandang, apabila diber ransum seimbang.

Angsa muda mempunyai laju pertumbuhan sangat cepat sampai umur sekitar delapan minggu.  Pada umur enam minggu bobot badan angsa mencapai sekitar 3 kg dan mengkonsumsi ransum kurang lebih 2 kg/kg berat badan (Patrick dan Schaible, 1980).  Setelah pertumbuhan cepat tersebut berlangsung, tercapailah suatu periode stabil.  Mulai pada umur kurang lebih 20 minggu, angsa memperlihatkan lagi pertumbuhan cepat.  Pertambahan bobot badan dengan cara pemeliharaan di padang rumput akan lebih lambat bila dibandingkan dengan yang diberi ransum seimbang.
Angsa tidak mempunyai tembolok untuk menyimpan makanannya, yang dimiliki hanyalah pelebaran pada ujung kerongkongan proksimal terhadap empedal yang berfungsi sebagai alat penyimpanan makanan sementara.
Angsa lebih suka mematuk sendiri makanan hijauannya dan dapat menolak rumput yang dipotong kecuali rumput tersebut segar dan dicincang sangat halus.  Hewan tersebut dapat memilih apa yang disukai di padang rumput dan cenderung dapat memilih rumput yang lebih enak dan yang lebih banyak kandungan airnya.  Menurut Cowan (1980), dinding sel rerumputan dan tumbuh-tumbuhan dipecah di dalam empedalnya sehingga kandungan selnya dapat dicerna.
Anak angsa perlu diberi ransum pemula berkadar protein 20-22% dalam bentuk pellet berukuran 3/32 atau 3/36 inci (2,3 atau 4,6 mm) untuk tiga minggu pertama.  Setelah tiga minggu perlu diberi ransum pertumbuhan berkadar protein 15% dalam bentuk pellet berukuran 4,6 mm.  Apabila banyak terdapat padang rumput dan berkualitas baik, jumlah pellet dapat dibatasi sampai kurang lebih 0,5-1 kg/ekor/minggu sampai angsa-angsa tersebut berumur 12 minggu.     
            Tabel 1. Ransum yang disarankan untuk anak angsa dan angsa bibit.
Bahan
Makanan
Anak   Angsa
Angsa   Bibit
Pemula
Akhir
Ransum 1
Ransum 2

%
%
%
%
Jagung
34,75
40,75
30,75
57,75
Sorgum
20,00
30,00
20,00
22,00
Bekatul
10,00
6,00
12,00
-
Pollard
8,00
6,00
12,00
-
Bungkil kelapa
-
-
8,00
-
Tepung daging
18,00
12,00
10,00
13,00
Tepung daun
5,00
3,00
5,00
5,00
Tepung ikan
4,00
2,00
-
-
Kalsium karbonat
-
-
2,00
2,00
Garam
0,25
0,25
0,25
0,25





Jumlah
100,00
100,00
100,00
100,00
Sumber : Nowland, (1984)
Butir-butiran dapat diberikan tersendiri atau dengan ransum yang perbandingan antara mash dan butir-butiran adalah 50 : 50 (Summers dan Pepper, 1968).  Pada umur tiga minggu dianjurkan agar perbandingan mash terhadap butir-butir adalah 60 : 40.  Perbandingn tersebut secara bertahap perlu diubah periode pertumbuhan sampai pada saat akan dipasarkan sehingga menjadi 40 : 60.  Tergantung dari kualitas padang rumput, perbandingan tersebut perlu diatur naik atau turun sedikit.   Perlu diperhatikan adalah bahwa campuran antara mash dan butir-butir kandungan proteinnya 15% seperti halnya ransum “all-mash” untuk pertumbuhan maksimum.
            Tabel 2.  Kebutuhan Zat Nutrisi Angsa (%/mm/unit per kg ransum)
Berdasarkan Energi kkal
EM/kg ransum

Pemula
(0-6 minggu)
2.900
Pertumbuhan
(setelah 6 minggu)
2.900
Bibit
Protein
Lisin
Methionin + Sistin
Kalsium
Fosfor
Vitamin A
Vitamin D
Riboflavin
Asam Pantotenat
Niasin

%
%
%
%
%
IU
ICU
mg
mg
mg


22,0
0,9
0,75
0,8
0,4
1500
200
4,0
15,0
55,0
15,0
0,6
-
0,6
0,3
1500
200
2,5
-
35,0

15,0
0,6
-
2,25
0,3
4000
200
4,0
-
20,0