Kelinci
memiliki kemampuan biologis yang tinggi, selang beranak pendek, mampu beranak
banyak,
dapat hidup dan berkembang biak dari limbah pertanian dan hijauan (Templeton,
1968).
Tersedianya hijauan berupa rumput, leguminosa, berbagai jenis herba, dan limbah
sayuran
seperti daun wortel, kobis serta limbah pertanian seperti dedak, onggok, ampas
tahu dan
lain-lain
di daerah beriklim tropis seperti Indonesia, merupakan potensi yang dapat
dimanfaatkan
sebagai bahan pakan kelinci.
Talaksana
pemberian pakan yang berorientasi pada kebutuhan kelinci dan ketersediaan bahan
pakan
merupakan upaya yang tepat untuk meningkatkan produktivitas ternak kelinci.
Tatalaksana
pemberian pakan meliputi pemilihan jenis bahan baku pakan, pemenuhan jumlah
kebutuhan
dan pola pemberian pakan.
Kebutuhan
protein pada kelinci berkisar antara 12 s/d 18%. Tertinggi pada fase menyusui
(18%)
dan
terendah pada dewasa (12 %). Kebutuhan bahan kering pakan berdasarkan periode
pemeliharaan
berturut-turut muda bobot 1,8?3,2 kg (112?173 g/ekor/hari), dewasa bobot
2,3?6,8
kg
(92?204 g/ekor/hari), induk bunting bobot 2,3?6,8 kg (115-251 g/ekor/hari) dan
induk
menyusui
dengan 7 anak bobot 4,5 kg (520 g/ekor/hari).
Jenis-jenis
hijauan yang dapat diberikan sebagai pakan kelinci diantaranyarumput
lapangan,
daun
ubi jalar, daun singkong, daun wortel, daun kangkung, kobis, daun turi dan
lamtoro,
dedak,
bungkil kelapa, ampas tahu, ampas tapioka, ubi jalar, dan ubi kayu merupakan
bahan
pakan
produk pertanian yang dapat diberikan pada ternak kelinci. Diantara bahan pakan
inkonvensional,
daun rami dengan tingkat pemberian sampai 30 % dan ampas teh dengan
tingkat
pemberian 40%, dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan kelinci.
Pelayuan
dan pencacahan pada hijauan merupakan perlakuan terbaik sebelum diberikan pada
ternak.
Perebusan atau pencampuran dengan air panas pada konsentrat dapat meningkatkan
kualitas
pakan dan mempercepat pertumbuhan kelinci. Waktu pemberian pakan yang paling baik
adalah
pkl 18:00–06:00 WIB.
Pemberian
air minum secara ad libitum (secara bebas dan terus menerus sampai kelinci itu
berhenti
sendiri sesuai keinginan) dapat memperlancar proses pencernaan. Melalui
penerapan
tatalaksana
pemberian pakan secara keseluruhan yang meliputi pemilihan jenis bahan pakan,
pemenuhan
jumlah kebutuhan dan penerapan pola pemberian pakan, produktivitas ternak
kelinci
dapat
ditingkatkan guna menunjang agribisnis ternak kelinci yang efisien dan
menguntungkan.
Pakan
merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap tinggi
rendahnya
produktivitas ternak. Penerapan tatalaksana pemberian pakan, yang berorientasi
pada
kebutuhan kelinci dan ketersediaan bahan pakan, merupakan upaya yang tepat untuk
meningkatkan
produktivitas ternak kelinci secara efisien.
Hasil-hasil
penelitian menunjukkan, melalui penerapan tatalaksana pemberian pakan
berdasarkan
ketersediaan sumber bahan pakan yang meliputi pemilihan jenis bahan pakan,
pemenuhan
jumlah kebutuhan, dan pengaturan pola pemberian pakan produktivitas ternak
kelinci
dapat ditingkatkan (Sudaryanto, 1984; Sartika, 1988; Harsojo, 1988;
Rahardjo et al., 2004).
tatalaksana
pemberian pakan pada ternak kelinci sehingga dapat dipakai sebagai acuan oleh
peternak
dalam upaya meningkatkan produktivitas ternak kelinci guna menunjang agribisnis
ternak
kelinci yang efisien dan menguntungkan.
KEBUTUHAN
GIZI
Pemberian
pakan harus mengacu kepada kebutuhan zat gizi yang diperlukan oleh kelinci.
Berdasarkan
tiga sumber referensiv(Lebas, 1980 dalam Cheeke, 1987; ;
Ensminger,
1991) kebutuhan zat gizi pakan bervariasi. Menurut Cheeke (1987),
kebutuhan
protein kelinci berkisar antara 12?18%, tertinggi pada fase menyusui (18%) dan
terendah
pada dewasa (12%), kebutuhan serat kasar induk menyusui, bunting dan muda
(10?12%),
kebutuhan serat kasar kelinci dewasa (14%) sedangkan kebutuhan lemak pada
setiap
periode
pemeliharaan tidak berbeda (2%).
KEBUTUHAN
BAHAN KERING
Jumlah
pakan yang diberikan harus memenuhi jumlah yang dibutuhkan oleh kelinci sesuai
dengan
tingkat umur/bobot badan kelinci. Pemberian pakan ditentukan berdasarkan
kebutuhan
bahan
kering. Jumlah pemberian pakan bervariasi bergantung pada periode pemeliharaan
dan
dan
bobot badan kelinci (Tabel 2). Kebutuhan bahan kering pakan berdasarkan periode
pemeliharaan
berturut-turut muda bobot badan 1,8?3,2 kg (112?173 g/ekor/hari), dewasa bobot
badan
2,3?6,8 kg (92?204 g/ekor/hari), induk bunting bobot badan 2,3?6,8 kg (115?251
g/ekor/hari)
dan induk menyusui dengan 7 anak bobot badan 4,5 kg (520 g/ekor/hari). (NRC,
1977
dalam Ensminger, 1991).
PEMILIHAN
JENIS BAHAN PAKAN
Sitorus (1982) melaporkan hijauan merupakan bahan pakan utama yang diberikan oleh
peternak
kelinci di Jawa dengan jumlah pemberian mencapai 80–90% dari total ransum.
Jenisjenis
hijauan
yang dapat diberikan sabagai pakan kelinci diantaranya rumput lapangan,
sintrong,
babadotan
lalakina, jukut loseh, daun ubi jalar, daun pisang, daun singkong, daun wortel,
daun
kangkung,
kobis, daun turi dan lamtoro.
Hasil
penelitian Sudaryanto (1984) terhadap beberapa hijauan yang diberikan pada
kelinci,
melaporkan
bahwa ketela rambat dan rumput lapangan merupakan hijauan yang paling baik
untuk
diberikan pada kelinci. Dari hasil pengamatannya terdapat petunjuk untuk
menggunakan
hijauan
ketela rambat dalam bentuk kering, sehingga jumlah konsumsi bahan kering dapat
terjamin.
Selanjutnya Sartika (1988) melaporkan daun wortel mempunyai potensi yang baik
untuk
dimanfaatkan sebagai pakan kelinci di daerah padat penduduk (lahan sempit)
seperti di
perkotaan.
Upaya
lain yang dapat dilakukan adalah pemanfaatan bahan pakan berasal limbah
pertanian
yang
tersedia, murah dan memiliki potensi untuk dimanfaatkan oleh kelinci. Rahardjo et al.
(2004)
melaporkan bahwa diantara bahan pakan inkonvensional yang tersedia daun rami
(Boehmeria
nivea L Goud) yang memiliki kandungan protein cukup tinggi (18,97%) dan ampas
teh
dengan kandungan protein 17,57% dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak
kelinci.
Selanjutnya
dikemukakan Rahardjo et al. (2004) bahwa daun rami dapat dimanfaatkan
sampai
sekitar 30% dari total ransum, sehingga biaya pakan menjadi lebih rendah.
Sementara
ampas
teh dapat diberikan sampai 40% dari total ransum, namun kinerja tertinggi
dicapai pada
tingkat
pemberian 10%.
Konsentrat
untuk bahan pakan kelinci dapat berupa pellet (pakan buatan pabrik), atau
campuran
beberapa
bahan pakan diantaranya dedak, bungkil kelapa, bungkil kacang tanah, ampas
tahu,
ampas
tapioka, bulgur, pakan starter ayam, ubi jalar dan ubi kayu. Pemilihan jenis
bahan
konsentrat
tergantung kepada tujuan, sistem pemeliharaan dan ketersediaan bahan pakan di
masing-masing
daerah.
POLA
PEMBERIAN PAKAN
Imbangan
hijauan dan konsentrat
Untuk
mendukung kecukupan gizi yang seimbang pemberian hijauan perlu diimbangi dengan
konsentrat.
Pada peternakan kelinci intensif hijauan diberikan 60–80%, sisanya konsentrat.
Ada
juga
yang memberikan 60% kosentrat dan sisanya hijauan (Sarwono,2002). Pakan
komersial
bentuk
pellet yang merupakan campuran hijauan dan kosentrat pada peternakan intensif
dibuat
dengan
imbangan 50–60% hijauan, 50–40% konsentrat (Ensminger, 1991). Dalam kaitannya
dengan
pemberian kosentrat, Rahardjo et al. (2004) melaporkan hasil penelitiannya pada
ternak
kelinci Rex yang diberi rumput lapang ad libitum (100%) dan rumput lapang ad
libitum
ditambah
konsentrat, hasil penelitian menunjukkan bahwa performans produksi terbaik
ditunjukkan
oleh pemberian rumput lapang ad libitum + 60 g kosentrat dengan pertambahan
bobot
badan sebesar 1191 g/ekor, selama 12 minggu sedangkan pada ternak kelinci yang
diberikan
rumput lapang ad libitum tanpa konsentrat, pertambahan bobot badannya hanya
sebesar
610 g/ekor dalam waktu yang sama.
Bentuk
pakan yang diberikan pada kelinci bergantung pada tujuan dan sistem
pemeliharaan.
Pada
beberapa peternakan intensif memformulasikan hijauan dan konsentrat dalam
bentuk
“pellet”
sehingga komposisi bahan keringnya lebih akurat dan peternak tidak perlu lagi
memberikan
hijuan dalam bentuk segar atau tambahan pakan lain.
Namun
kendalanya bagi peternak kecil biaya proses pembuatan pellet ini cukup mahal.
Untuk
kondisi
peternak kecil di pedesaan pemberian pakan dengan mengutamakan pemberian
beragam
jenis
hijauan dan limbah sebagai tambahan seperti dedak, ampas tahu, onggok dan
limbah
pertanian
lainnya adalah alternatif yang paling memungkinkan dalam upaya meningkatkan
produktivitas
ternak kelinci secara efisien.
Pemberian
hijauan
Sebelum
diberikan pada ternak hijauan sebaiknya dilayukan terlebih dahulu dengan cara
membiarkan/diangin-anginkan
pada ruangan sekitar kandang. Zat toksik pada beberapa hijauan
seperti
adanya HCN pada daun singkong dapat membahayakan kesehatan ternak. Melalui
proses
pelayuan
zat toksik yang terkandung pada hijauan dapat dikurangi. Selain itu pelayuan
dapat
menurunkan
kadar air hijauan yang sangat basah, dimana hijauan yang basah dapat
mengakibatkan
kembung (bloat) dan mencret (enteritis) pada kelinci (Belanger, 1977).
Diantara
jenis hijauan ada yang sangat bergetah bahkan ada struktur hijauan yang dapat
menyebabkan
gatal-gatal dan merusak mulut kelinci (Sitorus et al., 1982). Untuk mengatasi
hal
tersebut dapat dilakukan pencacahan. Pencacahan dilakukan dengan
memotong-motong
hijauan
sepanjang 2-3 cm dengan cara manual atau mekanis. Melalui proses pencacahan
tekstur
hijauan
yang kasar dan getah hijauan dapat dikurangi.
Pemberian
konsentrat
Konsentrat
yang akan diberikan dipilih dari bahan yang disukai, mudah didapat dan tersedia
secara
kontinu. Konsentrat harus bersih, tidak rusak, tidak berjamur. Konsentrat
diberikan pada
tempat
pakan yang mudah dijangkau oleh kelinci. Tempat pakan harus selalu dijaga
kebersihannya,
sisa pakan yang sudah berjamur segera dibuang.
Kecuali
bentuk pellet atau crumble, konsentrat bentuk all mash (tepung) sebaiknya
dicampur
dengan
air panas atau diseduh kemudian dikepal-kepal, selain bermanfaat untuk membunuh
organisme
penyebab penyakit yang mungkin ada, juga dapat mengaktifkan enzym inhibitor
yang
dapat
mengurangi kualitas dari konsentrat tersebut (Kratzer dan Payne, 1977 dalam
Sitorus et al., 1982). Sebaliknya pemberian konsentrat kering menyebabkan kelinci
sering
berbangkis
dan menyebabkan intake makanan rendah.
Kelinci
yang mendapat pakan dari gandum yang telah dikukus menunjukkan pertumbuhan
lebih
cepat
(Lebas, 1976 dalam Lang, 1981).
Pemberian
air minum
Air
sangat diperlukan untuk melancarkan makanan dalam saluran pencernaan, terlebih
lagi
terkait
dengan produksi susu bagi induk yang sedang menyusui (Sanford, 1979). Air minum
diberikan
secara adlibitum. Pemberian dapat dilakukan dengan menyediakan tempat minum
pada
masing-masing kandang. Pada beberapa peternakan intesif air minum diberikan
dengan
sistem
nipple yang diinstalasikan pada masing-masing kandang.
Untuk
kondisi pedesaan tempat minum dapat dibuat dari bahan yang murah dan mudah
didapat
misalnya
dari bahan plastik yang dilapisi semen sebagai pemberat agar tidak mudah
tumpah.
Waktu
pemberian pakan
Walaupun
pakan kelinci diberikan secara tak terbatas (ad libitum), namun pemberian
secara
berangsur
angsur dengan pengaturan waktu yang tepat akan lebih mengefisienkan dan
mengefektifkan
jumlah pakan yang diberikan. Pemberian pakan dilakukan 3 kali sehari.
Konsentrat
diberikan pada pagi hari sekitar pkl 10:00 setelah pembersihan kandang dan 1/3
bagian
hijauan diberikan pada siang hari sekitar pkl 13:00 dan 2/3 bagian hijauan
diberikan pada
sore
hari sekitar pkl 18:00.
Mengingat
kelinci termasuk binatang malam (noctural), dimana aktivitasnya lebih banyak
dilakukan
pada malam hari, maka pemberian volume pakan terbanyak pada sore hari sampai
malam
hari. Harsojo (1988) melaporkan kelinci yang diberi pakan dari pkl 18:00–06:00
bobot
badannya lebih tinggi dibanding kelinci yang diberi pakan dari pkl. 06:00–18:00.
KESIMPULAN
Penerapan
tatalaksana pemberian pakan secara keseluruhan yang meliputi pemilihan jenis
bahan
pakan,
pemenuhan jumlah kebutuhan dan pengaturan pola pemberian pakan secara tepat
sangat
menuntut
kesungguhan peternak dalam melaksanakannya.
Bahan-baku
pakan sebaiknya yang tersedia dan mudah diperoleh di daerah pemeliharaan dengan
harga
murah. Produktivitas ternak kelinci dapat dioptimalkan guna menunjang
pengembangan
agribisnis
ternak kelinci yang efisien dan menguntungkan.
Sumber:
Lokakarya
Nasional Potensi dan Peluang Pengembangan Usaha Kelinci
TATALAKSANA
PEMBERIAN PAKAN UNTUK MENUNJANG AGRIBISNIS TERNAK KELINCI
DEDI
MUSLIH, I WAYAN PASEK, ROSSUARTINI dan BRAM BRAHMANTIYO
Balai
Penelitian Ternak, PO Box. 221, Bogor 16002